Thursday, July 28, 2005

Tes

Tes lagi deh

Sunday, July 24, 2005

TAKE IT OR LEAVE IT !!!

Oleh : Tommy Fahrizal 200010530044 ( penulis adalah mahasiswa komunikasiUMY serta aktif dalam bidang sosial, Alamat : tomieSquad.blogspot.com Friendster ketek_asin@yahoo.com)
Teman saya pernah mengatakan bahwasannya hidupnya semakin menyenangkan saja, sambil terkeh-kekeh dia menceritakan bagaimana dia dengan enaknya memindah-mindahkan tayangan televisi tanpa perlu beranjak dari tempat duduknya. Berkat remote control ,ia merasa jauh lebih berkuasa. Dia tidak perlu melihat iklan karena setiap televisi menyiarkan iklan, dengan remote controlnya ia pindah ke stasiun lain.Dari contoh di atas kita dapat tau betapa dasyatnya televisi telah menyihir kita, untuk tetap duduk di depannya. Seperti candu yang ingin terus kita hisap tanpa mau kita tinggalkan.
Seakan-akan kita menjadi budak, yang menurut pada tuanya. Yang tanpa terpaksa meniru dan melakukan apa yang kita liat. Sungguh sebuah kenyataan yang ironis dimana manusia terikat oleh ciptaanya sendiri.Televisi yang pada awalnya tidak di maksudkan mengubah dunia, dalam arti tidak memiliki ideologi tertentu, telah berubah menjadi sebuah monster yang siap merubah dan menciptakan kebudayaannya sendiri serta menyebarkan ideologi-ideologi baru, citra–citra baru, bahasa-bahasa baru, konsumerisme, dan membuka lebar-lebar sebuah akses untuk mendapatkan informasi. Tanpa pandang bulu dia menyerang kesetiap bangsa, suku., kelompok serta individu seperti penyakit yang mematikan.Tidak ada teknologi dan media massa lain yang begitu dekat dan menyatu dengan kehidupan manusia selain televisi. Televisi hampir mempengaruhi seluruh kehidupan manusia tidak hanya fisik. Televisi bahkan merubah realita yang kita tanggkap .
Menurut Garin Nugroho televisi telah menjadi patokan trend fasion, “pabrik” bahasa yang produktif, pokoknya apapun yang di butuhkan manusia untuk bertindak dan berperilaku. Menurut Marshal McLuhan dalam bukunya “Medium is The Message, menyebutkan bahwa tidak dapat disangkal lagi realitas masyarakat saat ini banyak dipengaruhi media. Masyarakat tidak hanya dipengaruhi oleh pesan-pesan media, tetapi kehadiran media itu sendiri telah memengaruhi sikap dan perilaku masyarakat.Para penganut paham semiotic berkeyakinan manusia menyukai televisi, karena televisi cocok untuk memuaskan keinginan manusia yang tidak terbatas pada stimulus dan perubahan sensorik (Solomon, 1988 : 125). Ketika manusia hidup dalam alam modern yang teratur dan monoton, menonton televisi menjadi kegiatan yang penting, karena bisa memberikan kompensasi pada stimulus sensorik yang tidak kita dapatkan dala kehidupan sehari-hari.
Televisi memberi warna dan tekstur dunia yang tidak bisa kita lihat dari jendela kita. (Solomon, 1988 : 124-126)Tayangan-tayangan televisi, terutama hiburan adalah sebuah media untuk melarikan diri dari kebosanan ,frustrasi dan mengalihkan beban pikiran selain dari rasa keingintahuan terhadap sesuatu yang baru. Sadar tidak sadar kita, kamu, mereka , aku sudah menjadi korban keganasan televisi. Kalau ngga percaya coba deh “ngaca” !!!!!Sebagai salah satu contoh yaitu kita pasti akan mencoba meniru segala tingkah laku idola kita. Baik itu dandanan, gesture tubuh dan lainnya. Atau yang lebih ekstrem lagi yaitu prilaku seks bebas di Indonesia yang sudah bukan barang tabu lagi.
Padahal kita tau prilaku seks bebas tidak sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang ada di Indonesia.Selama ini kita menilai bahwasaannya media massa sebagai menyebar informasi serta hiburan mempunyai agenda setting sendiri untuk membentuk sebuah kebudayaan baru atau apapun namanya itu, kemungkinan mereka melakukan itu sangatlah kecil sekali. Karena mereka membuat program atau berita informasi berdasarkan profit semata tanpa memikirkan apakah itu akan menimbulkan ‘kekacauan’ atau menimbulkan budaya baru.Media massa adalah salah satu bentuk kepanjangan tangan dari yang namanya kapitalisme. Mereka hanya memikirkan keuntungan tanpa memikirkan akibat yang di timbulkan. Yang terjadi saat ini adalah efek yang di timbulkan dari sebuah pengejaran keuntungan tersebut. Yang tanpa di sadari telah mampu menimbulakan efek yang hebat.Lepas dari itu semua, baik dan buruk efek yang di timbulkan oleh televisi.
Toh televisi telah memberikan manfaat yang cukup berarti bagi peradaban manusia. Tinggal bagaimana kita sebagai penikamat televisi mampu menyikapi dengan baik. Serta bagaimana media massa dalam hal ini televisi khususnya tidaka hanya memikirkan profit semata, akan tetapi memikirkan efek yang di timbulkannya.

Stereotype Tubuh Ideal

Oleh: Connie Nufieta (mahasiswa jurusan Ilmu Komunikasi UMY, peserta mata kuliah Komunikasi Massa, 20030530103 )

Berbicara mengenai iklan, pasti kita akan dipertemukan dengan adanya suatu makna, di mana iklan tersebut memproduksinya melalui suatu symbol tertentu. Semua jenis iklan pada dasarnya mempunyai komunikasi yang sama. Yaitu suatu komunikasi yang berorientasi pada suatu produk. Hal tersebut pada akhirnya berujung pada masalah pemasaran. Iklan-iklan tersebut dikemas dengan sedemikian rupa, dalam berbagai macam bentuk dan jenis, seapik mungkin.

Maksudnya adalah agar masyarakat dapat dengan mudah memahami iklan tersebut, terlebih dapat mengingatnya, dan pada akhirnya diharapkan untuk dapat mengkonsumsinya.
Iklan-iklan tersebut mempunyai tingkat keseringan yang tinggi dalam keseharian kita. Berbagai jenis iklan menawarkan produk-produknya dengan gayanya masing-masing. Akan tetapi perlu diperhatikan, bahwa hampir semua iklan, untuk produk yang berhubungan dengan kecantikan, mempunyai standardisasi mengenai seorang wanita cantik, seksi, dan ideal.Seperti apa sich….cantik, seksi, dan ideal???“Mau langsing??Nature Slim dong achhh!!!!”“Putihnya…..sempurna!!!!!

Kira-kira seperti itu lah, iklan-iklan yang menawarkan produk yang berkaitan dengan kecantikan. Iklan-iklan tersebut “memaksa” alam pikiran kita, untuk mencetak gambaran wanita cantik, seksi, dan ideal itu seperti apa yang ada di dalam iklan tersebut. Pernahkah ada iklan yang menawarkan produk kecantikan, katakanlah iklan body lotion, yang menampilkan seorang model dengan tubuh tambun? Tidak! Meskipun ia berhidung mancung, kulit putih mulus, rambut indah? Kenapa? Apakah dia tidak cantik? Lalu apa itu cantik? Kekurangan sosok tadi hanyalah pada berat badan, bukan pada kulitnya. Demikian halnya dengan produk pencuci rambut. Pernahkah ia menampilkan sosok tadi?

Hal-hal seperti itu membuat kita selalu menanamkan, bahwa cantik itu bukan hanya kulit mulus, hidung mancung, rambut indah, tetapi juga harus langsing, itu baru bisa dibilang sebagai sosok yang cantik, seksi, dan ideal.Semua itu bisa dibilang sebagai suatu symbol.Di mana simbol-simbol seperti itu memang sangat berperan dalam media massa. Simbol yang disodorkan menjadi patokan kita terhadap suatu hal. Apalagi jika model yang mereka suguhkan seperti Agnes Monica, Tamara Blezinsky, Dian Sastro, dan lain-lain, di mana mereka mempunyai tubuh yang ideal, kulit putih mulus, cantik, seksi, yach…..dengan kata lain nyaris atau bahkan sempurna.Hal ini bisa kita lihat bukan hanya pada iklan saja, tetapi juga di film. Sebut saja film "Me Versus High Heels" di film ini diceritakan seorang cowok bernama Arnoldus Rennov, mempunyai kriteria tertentu tentang cewek yang bisa alias pantas untuk jadi pacarnya, yaitu cantik, feminim, seksi, dan harus pakai high heels. Jelas sekali di sini, stereotype cantik adalah wanita dengan tubuh langsing, tinggi semampai, dan bla...bla....
Sama halnya pada saat boneka dengan rambut pirang, atau yang lebih dikenal dengan Barbie muncul. Stereotype cantik, seksi, dan kawan-kawannya itu, menjadi semakin kental.

Cowok…..seksi???
Dewasa ini bukan hanya kaum Hawa saja yang menjadi sasaran produk-produk semacam itu. Kaum Adam pun, kini telah “disentuh” untuk dijadikan konsumennya. Iklan-iklan yang menawarkan produk-produk yang berhubungan dengan kaum Adam pun bermunculan, misalnya saja susu, dan body lotion. Iklan-iklan ini menyuguhkan sesosok pria dengan tubuh berotot, yang kata orang itulah yang disebut seksi. Bukan hanya itu, iklan body lotion pun menampilkan kita sosok yang berotot.

Iklan benar-benar mempunyai suatu kekuatan yang cukup berpotensi untuk membentuk sebuah realitas, apa, bagaimana, dan seperti apa seksi, cantik, ideal. Mempengaruhi dan “membius” kita untuk meng-iya-kan apa yang menurut mereka tepat.